Meresahkan! Pengantar Jenazah Di Makassar Juga Ugal-Ugalan
Iya, kalian tidak salah baca. Saya ulangi, meresahkan! pengantar jenazah di Makassar juga ugal-ugalan. Bagaimana tidak, suasana berduka bukannya dijadikan sebagai pengingat bahwa cepat atau lambat kita juga akan menyusul, malah dijadikan ajang pamer suara knalpot bogar, bukan hanya itu, sering kali mereka ugal-ugalan di jalan, bahkan sampai mengeroyok pengguna jalan lain jika merasa tidak diberi jalan. Nampaknya kata-kata tentang kematian adalah guru dan Nasehat yang baik, tidak berlaku untuk sebagian Pengantar jenazah di Makassar.
Tulisan ini bukan dalam rangka menjustifikasi semua pengantar Jenazah berkelakuan seperti itu, namun dikhususkan kepada orang-orang yang pernah terlibat dalam tindakan itu.
Teman saya namanya Muslim berasal dari Majene Sulbar. Dia mengalami trauma ketika berpapasan dengan pengantar jenazah. Bagi Muslim, pengantar jenazah ini terlalu berlebihan, saat itu Muslim hampir di pukul menggunakan tongkat kayu yang dipasangi bendera putih karena di anggap tidak mau menepi ke jalan.
“Padahal mau jaka cepat ke pinggir jalan, cuman tidak bisaka karena ada mobil di sampingku, jadi nakiraka itu pengantar jenazah tidak mau menepi,” cerita Muslim ke saya usai mengalami kejadian itu. Selasa (3/09/2024) Sore.
“Deh bukan cuman kamu cika’ pernahka juga hampir na pukul, na bilangi laloka sundala, mungkin gara-gara na anggapka tidak mau buka jalan,” balas saya ke Muslim.
Saya pun sudah beberapa kali berpapasan dan pernah mengalami persis apa yang dialami Muslim. Pengantar jenazah ini meneriakki saya sambil mengibas-ngibaskan tongkat kayu yang dipasangi kain berwarna putih dan berkata, “wee yang bukan pengantar jenazah minggir dulu, berhentiko sundala,” teriak salah satu pengantar jenazah sambil menggeber-geber motornya. Tidak berhenti sampai disitu, Dia juga bilang, “apa, rewako sundala? Katanya sambil menunjukkan tatapan mata yang sok keras.
Maksud saya begini, mobil pengantar Jenazah kan sudah ada sirinenya dan dari jarak sekitar 50 meter kami pengguna jalan lain sudah mendengar dan mengerti arti dari bunyi sirine itu. Mendengar suara sirine, kami pengguna jalan lain akan berusaha sebisa mungkin untuk segera menepi, karena kami tau kalau yang kalian kawal itu adalah jenazah yang harus segera dikebumikan. Namun kalian (pengantar jenazah), perlu harus tahu bahwa ada kondisi di mana kami pengguna jalan lain tidak bisa langsung menepi kejalan karena terhalang oleh kendaraan lain dan jalan yang sempit. Jadi menurut saya, teman-teman pengantar jenazah tidak perlu melakukan hal-hal yang bisa merugikan bahkan mengancam pengguna jalan lain. Santai mako kapang!
Banyak Gaya dan Mau Dianggap Pemberani.
Cobaki nonton salah satu postingan akun Instagram makassar-iinfo 30 Agustus 2024. Video itu salah satu contohnya. Sebenarnya banyak momen-momen lebih parah lagi yang tidak sempat terekam kamera, termasuk pengalaman saya dengan teman saya Muslim.
Di postingan Instagram makassar-iinfo 30 Agustus 2024, bayak komentar-komentar netizen yang kurang respeck dengan tindakan-tindakan pengantar Jenazah ini. Ada netizen yang mengatakan, SDM rendahlah, Tau Pongoro, Dompala, Primitiflah dan masih bayak lagi. Saya pun kurang respeck dengan kelakuan seperti itu, ditambah ada pengalaman yang kurang enak waktu berjumpa dengan mereka (pengantar jenazah). Bagi saya pengantar jenazah yang berbuat seperti itu bisa dikatakan dalam Bahasa Makassar talekang (Bayak Gaya)dan mau dianggap rewa (Pemberani).
Namun disisi lain ada juga netizen yang mencoba untuk membela dengan dalil perbuatan itu adalah tradisi dari daerah luar Makassar. Netizen ini mencoba untuk mengajak masyarakat agar mengerti dan memaklumi perbuatannya. Komentar netizen ini menurut saya sangat menghawatirkan, karena kekerasan dan arogansi kelompok mulai dianggap normal dan dibenarkan, seolah-olah perbuatan menganiaya orang, mengancam pengguna jalan lain adalah sah-sah saja. Okelah, kalaupun ini adalah tradisi dari daerah lain, yaa jangan lakukan di Makassar dong. Saya pikir kalian (pengantar jenazah) tidak berhak untuk mengancam pengguna jalan lain, bahkan mengeroyoknya.
Pada Maret 2024, pernah salah satu anggota polisi menjadi korban bahkan mereka pernah melakukan penganiayaan terhadap seorang pengemudi ojok online (Ojol). Betapa ngerinya pengantar Jenazah di Makassar.
Saya mau ingatkan, jalan raya itu adalah milik umum bukan milik kelompok tertentu. Jadi semestinya kalian menghargai juga pengguna jalan lain. Apa salahnya coba, kalian tertib di jalan, dan tidak ngatta-ngatta? Toh kalian juga akan sampai di pemakaman.
Mengapa Bisa Seperti itu?
Kata Sosiolog dari Universitas Negeri Makassar (UNM) Bahrul Amsal, dikutip dari Kompas.com, bahwa aksi brutal yang kerap dilakukan iring-iringan pengantar jenazah tersebut didasari oleh bentuk arogansi kelompok yang disebabkan faktor kerumunan. Kerumunan kerap mengubah psikologi seseorang menjadi lebih berani, agresif, dan kekerasan. Aksi kekerasan iring-iringan jenazah juga kerap dipicu dengan kondisi jalan yang ramai, sedangkan rombongan sedang terburu-buru dan dapat menimbulkan kesalahpahaman. Ditambah karena dalam Islam penyelenggaraan jenazah mesti disegerakan dikebumikan, membuat pengiring jenazah menjadi tidak sabar menghadapi kondisi jalan raya yang kerap macet dan ramai.
Saya yang pernah mengalami pengalaman kurang baik dari aksi ugal-ugalan pengantar jenazah ini, melihat bahwa pandangan Sosiolog Bahrul Amsal memberikan wawasan yang tepat tentang penyebab di balik perilaku tersebut. Saya cukup bisa memahami bahwa faktor kerumunan dan tekanan untuk segera menguburkan jenazah dapat mempengaruhi perilaku, namun sulit bagi saya untuk menerima bahwa kondisi-kondisi ini dapat dijadikan pembenaran atas tindakan arogan yang menganiaya dan mengancam orang lain.
Secara hukum pun menurut saya kita tidak boleh memberikan pemakluman, seperti yang dikatakan oleh Moh. Fauzi Fadlan 2016 dalam hasil penelitiannya. Fadlan mengatakan penerapan hukum terhadap tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pengantar jenazah terkait penerapan terkhusus tentang pengantar jenazah yang melakukan pelanggaran lalu lintas seperti tidak pakai helm, berbocengan tiga dan menerobos lampu merah. Itu semua dimaklumi karena para pengantar jenazah lagi dalam keadaan berduka selama tidak melampaui batas seperti mengganggu pengendara lain dan bertindak anarkis di jalanan seolah-olah milik sendiri, lebih-lebih merusak kendaraan orang lain itu akan ditindaklanjuti sesuai Undang-Undang lalu Lintas yang berlaku.
Penelitian ini menyebutkan bahwa pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pengantar jenazah, seperti tidak memakai helm, berbocengan tiga, dan menerobos lampu merah, dimaklumi karena mereka dalam keadaan berduka. Menurut saya toleransi semacam ini sangat berisiko. Rasa duka tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan keselamatan, baik bagi pengantar jenazah maupun pengguna jalan lainnya. Ketika pelanggaran-pelanggaran tersebut dimaklumi, ada pesan yang tersirat dan berbahaya, bahwa perasaan duka dapat membenarkan pelanggaran hukum yang pada akhirnya bisa membahayakan nyawa orang lain.
Apa Yang Bisa dilakukan Untuk Menghentikan Tindakan ini?
Kalau kita berkaca dari beberapa contoh kasus di atas, seperti ojol dan polisi yang sudah jadi korban serta komentar-komentar netizen yang mayoritas sudah tidak respeck dengan aksi ugal-ugalan pengantar jenazah, semestinya pemerintah sudah harus ambil sikap. Menurut saya, kita tidak boleh lagi memaklumi tindakan-tindakan kekerasan atas dasar dalam keadaan berduka. Pandangan seperti ini sangat berbahaya karena aksi ugal-ugalan itu sudah menghasilkan korban kekerasan. Tindakan ini harus dihentikan dan harus ditindak tegas. Pemerintah harus memikirkan dan memberikan solusi tertentu karena ini sudah sangat meresahkan dan menjadi kebiasaan yang buruk. Pemerintah tidak boleh memberikan pengecualian khusus hanya karena melibatkan ritual keagamaan tertentu. Pemerintah daerah tidak boleh menutup mata melihat keadaan seperti ini.
Konsistensi hukum harus ditegakkan. Konsistensi dalam penegakan hukum akan memberikan pesan yang jelas bahwa tidak ada pengecualian, serta memberikan sanksi sosial kepada orang-orang yang terlibat. Masyarakat dan komunitas lokal bisa diberdayakan untuk menegur atau mengucilkan perilaku ugal-ugalan yang merusak nama baik keluarga jenazah. Karena yang melakukan aksi ugal-ugalan ini biasanya bukan dari keluarga jenazah.
Tentu edukasi dan sosialiasi ke Masyarakat harus di tingkatkan bisa dimulai dari tingkat RT/RW sampai Pemerintah Kota sebagai prospek jangka Panjang. Diskusi dan dialog yang melibatkan tokoh agama, tokoh Masyarakat, serta ketua komunitas.
Sosialisasi ini juga bisa dilakukan melalui platform-platform media sosial pemerintah. Pesannya cukup seperti yang sering dikatakan oleh Jatanras Makassar, “jangki terlalu rewa, jangki terlalu paggaukang di Makassar, karena kalau terlalu rewako, jatanras nu gappa. masalah waktuji,”